Minggu, 14 Agustus 2011

Al Qur'an, Buku Manual Kita

Sebelum masuk ke bahasan dengan judul tersebut, saya hendak mengajak sobat semua mendiskusikan hal berikut. Tentunya sobat semua memiliki barang elektronik di rumah kan? Misalnya handphone dan laptop. Sebagai pemilik, kita selalu berharap agar barang elektronik tersebut tahan lama dan awet. Bagaimana supaya barang-barang tersebut bisa awet? Sobat semua lebih tau. Mengisi baterai dalam kurun waktu tertentu, tidak meletakkannya di suhu tertentu, tidak meletakkan di kelembaban tertentu, dan sebagainya. Lebih jelasnya kita bisa lihat petunjuk perawatan barang-barang tersebut di buku manualnya. Kalau kita membeli barang tersebut (asumsikan sebagai barang baru), tentunya sudah sepaket dengan buku manual atau buku petunjuknya. Isinya adalah fitur barang, petunjuk pemakaian, perawatan, dan cara mengatasi masalah umum yang biasa terjadi.

Buku ini dibuat oleh sang insinyur. Sang insinyur paling tahu kelebihan, kekurangan, dan ketahanan barang buatannya. Jadi, kalau mau barang-barang elektronik tersebut awet, kita mesti mengikuti buku manual/petunjuknya.

Selanjutnya, mari kita melihat ke dalam diri kita sebagai manusia. Manusia hidup dengan siklus tertentu, awalnya bayi, remaja, dewasa, tua, dan akhirnya meninggal dunia. Sebagai orang beriman, yang percaya adanya hari perhitungan, kita menyadari bahwa hidup kita yang singkat itu haruslah berarti. Maksudnya, bagaimana agar kita bisa selamat dan bahagia dunia akhirat. Karena, tempat akhir kita hanya dua, kalo gak surga ya neraka.

Nah, kayak barang elektronik tadi, supaya bisa selamat dunia akhirat tentu kita harus pandai-pandai merawat diri kita, baik secara lahir maupun jiwa. Lahiriah kita harus dirawat sebagai rasa syukur kepada Allah. Dengan merawatnya, ia menjadi sehat dan ibadah menjadi lebih optimal. Jiwa kita juga butuh perawatan. Biasanya kita menyebut perawatan jiwa sebagai siraman ruhani. Sebagaimana tumbuhan yang membutuhkan air yang harus selalu disiram berkala agar tetap hidup. demikian juga dengan jiwa yang harus ‘disiram’ secara rutin agar tetap hidup.

Bagaimana cara merawatnya? Bagi manusia, buku manualnya adalah Al-Qur’an. Allah yang menciptakan kita, Ia Yang Paling Tahu kekurangan, kelebihan, dan ketahanan kita. Dalam Al-Qur’an terdapat petunjuk bagaimana kita merawat lahiriah dan jiwa kita. Dalam Al-Qur’an terdapat terapi berbagai penyakit baik lahiriah maupun jiwa. Di dalam Al-Qur’an terdapat perintah dan larangan dari Allah. Perintah shalat, puasa, zakat, berhaji,dan sebagainya. Ada juga larangan zina, mabuk, membunuh, mencuri, dan sebagainya. Kesemua itu adalah bentuk perawatan bagi lahiriah dan jiwa kita. Jadi, agar kita bisa selamat tentunya kita mesti menjalankan petunjuk yang terdapat dalam manual kita (Al-Qur’an).

Salah satu bentuk perawatan yang Allah tawarkan dalam Al-Qur’an (bahkan dalam bulan Ramadhan menjadi sebuah kewajiban) adalah puasa. Berbagai manfaat puasa akan diperoleh bagi orang-orang yang menjalankannya.

Manfaat bagi lahiriah adalah menyehatkan. Dalam keseharian di luar puasa, kita memperoleh energi dari makanan yang masuk ke tubuh. Makanan akan dicerna (dilumat) di lambung, kemudian diserap usus ke aliran darah menuju hati. Di hati, sari-sari makanan disaring sebelum diedarkan ke seluruh tubuh. Tujuan penyaringan adalah untuk membuang benda asing (racun dan zat berbahaya) yang mungkin terdapat dalam makanan yang kita makan. Setiap hari, hati bekerja demikian berat tanpa istirahat. Nah, di bulan Ramadhan saat kita puasa siang hari, tentu tidak ada makanan yang masuk. Darimanakah sumber energi diperoleh? Dari cadangan lemak di bawah kulit. Racun dan zat berbahaya mudah larut di lemak. Jika lemak diurai, maka zat-zat tersebut akan lepas dan ikut diurai. Jika cadangan lemak sedikit, maka secara otomatis sistem dalam tubuh akan memburu bagian lain, yaitu sel-sel mati, kutil, tumor, dan sebagainya. Kesemua itu akan diurai dan dijadikan sumber energi. Hasil penguraian dibawa ke hati untuk disaring. Zat  yang bisa diolah akan dimanfaatkan dan zat sisa (masih berupa zat berbahaya atau racun bagi tubuh) akan dibuang lewat keringat, pernafaasn, dan urin.

Karena tidak ada makanan yang disaring oleh hati, maka kerjanya menjadi ringan dan optimal dalam melakukan detoksifikasi (penjelasan tentang penguraian sel mati dan tumor di atas tadi). Sel-sel mati akan diganti dengan sel baru, baik sel di hati itu sendiri maupun di organ/jaringan lain. Dengan demikian performa sel-sel di organ tubuh menjadi lebih baik, dan hasilnya adalah tubuh lebih sehat. Subhanalloh.

Selanjutnya adalah perawatan jiwa. Puasa juga memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan jiwa manusia. Berikut ini manfaatnya.

1. Melatih jiwa untuk menyempurnakan penghambaan kepada Allah

Puasa adalah ibadah eksklusif antara seorang hamba dengan Allah. Berbeda dengan ibadah lain seperti shalat, zakat,dan  haji yang secara zahir bisa dilihat manusia lain. Kalau puasa, apakah sebagai hamba ia benar jujur berpuasa meski tidak dilihat orang? Hanya sang hamba dan Allah saja yang tahu. Maka, balasan ibadah puasanya pun istimewa. Sebagaimana yang tertera dalam hadist.

“Tiap amal anak Adam dilipatgandakan, satu kebaikan menjadi 10 hingga 700 kali lipat. Allah berfirman,’Kecuali puasa, maka puasa itu milik-Ku, dan Aku yang akan membalasinya, karena puasanya itu, ia meninggalkan makanannya dan syahwatnya karena Aku.’ ” (HR Bukhari dan Muslim)

 

2. Memperkuat motivasi dan kesabaran

Bangun di waktu sahur untuk sahur kemudian menahan diri dari yang membatalkan puasa dari subuh s.d waktu berbuka membutuhkan tekad dalam pelaksanaannya. Jika hal ini bisa dilakukan seseorang, maka untuk hal lain dapat dipastikan ia mampu menumbuhkan tekad pula. Misalnya saja shalat malam yang tersembunyi. Untuk bangun sahur ia mampu, apatah lagi bangun untuk shalat malam, apatah lagi untuk ibadah-ibadah lainnya?

Puasa memperkuat kesabaran di saat sulit. Jika ia mampu menahan emosi dan kelemahan jiwanya  di waktu puasa, maka persoalan hidup dan kesulitan yang dihadapinya tentu menjadi lebih mudah karena ia terbiasa melatih dirinya di waktu berpuasa.

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu…” (al Baqarah: 45)

Karena ternyata, sabar dalam ayat tersebut maksudnya adalah puasa (tafsir Ibnu Katsir).

 

3. Melatih jiwa melawan hawa nafsu

Memang benar setan dibelenggu di waktu Ramadhan. Lalu mengapa banyak manusia tetap melakukan dosa? Jawabannya adalah sifat dari jiwa manusia itu sendiri. Jiwa manusia memiliki dua kecenderungan yang saling bertentangan. Ia cenderung pada kefasikan dan juga ketakwaan. Untuk memenangkan satu kecenderungan adalah bagaimana manusia mengarahkan dengan akalnya (ilmu). Puasa merupakan salah satu jalan agar kita dapat memenangkan kecenderungan takwa bagi jiwa. Rasa lapar dapat meruntuhkan emosi jiwa dan memudahkan manusia untuk bersegera menuju ketaatan.

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. ” (as-Syams: 8-10)

 

4. Mengenal kadar kenikmatan

Kegiatan makan yang rutin dilakukan setiap hari menjadikannya sebagai aktivitas biasa saja. Sehingga ketika kita disuruh bersyukur, kita kurang bisa mengerti dan menghayati seperti apa rasa syukur itu. Dengan puasa, kegiatan makan dibatasi. Saat berbuka tiba, segelas teh manis hangat begitu terasa nikmatnya. Dengan demikian, kita akan menyadari betapa makanan adalah karunia besar dari Allah yang patut kita syukuri. Selain itu, ketika kita puasa, kita kelaparan, teringatlah kita dengan orang-orang yang kesusahan bahkan untuk makan sehari-hari. Dari situ kita akan merasakan kasih sayang Allah yang besar kepada kita dalam bentuk rezeki “masih bisa makan lebih baik” dari orang lain. Hal ini bisa menjadikan kita lebih peka (bersyukur) lagi terhadap nikmat-nikmat Allah lainnya yang bahkan kita takkan sanggup menyebutkannya satu persatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar