Kamis, 21 Oktober 2010

Tentang Rindu (lagi)

Yang membuat kita merindukan seseorang adalah karena kasih sayangnya, bukan orangnya, begitu kata Ibuku pada suatu waktu. Lalu aku mencerna kalimat itu.

 Kasih sayang merupakan sifat Allah. Kata orang yang pandai agamanya, aku juga pernah mendengar, sifat inilah yang menyebabkan kemurkaan Allah terhadap kejahilan manusia tertahan. Jika tidak, takkan tersisa satupun binatang melata di muka bumi.

 Fitrah manusia adalah taat kepada Allah. Fitrah manusia menuntun setiap jiwa mencari dan merindukan-Nya. Itulah mengapa manusia terenyuh melihat kejujuran, kebenaran, keadilan, dan ketulusan. Terenyuh, buatku merupakan suatu bentuk ungkapan bagi kerinduan jiwa pada Penciptanya. Maka kata al Ghazali, puncak kenikmatan jiwa adalah saat ia mengenal Penciptanya. Bilal pun bertahan mengucap ’ahad’ nya meski deraan siksa terus menghujani fisiknya karena ia telah mencapai puncak segala kebahagiaan. Jadi, sebenarnya yang kita rindukan itu sifat siapa? Sifatnya Allah.

Jilbab vs Poni

Aku selalu teringat kisah ini. Saat SMP dulu, aku duduk semeja dengan sobatku, nama kecilnya Ka. Siang itu, hari Jum’at semua siswa muslimah tentu berbusana muslim tak terkecuali sobatku ini. Karena aku lihat ia kurang bersemangat, aku bertanya padanya,”kamu kenapa Ka?”

 ”Emang kenapa Ta?” dia malah balik tanya.

 ”Kelihatannya lesu.”

 ”Gak kenapa-kenapa kok.” Jawabnya, tapi aku tidak percaya dengan jawaban itu karena kerutan di keningnya berkata lain. Aku tidak melanjutkan bertanya, biasanya nanti ia akan cerita sendiri kalau memang ia membutuhkan aku untuk mendengarnya.

Selama pelajaran berlangsung dari awal hingga jam istirahat, hanya kalimat seperlunya yang ia lontarkan dengan dingin atau lelucon ketus yang akupun merasa tak enak kalau tertawa meski itu lucu. Usai jam istirahat saat pelajaran matematika dimulai, setelah memberi penjelasan, guru kami menugaskan mengerjakan latihan soal di buku. Kami mengerjakannya bersama dan membahas jika soal agak sulit.

 Lalu,”Ta..” Tiba-tiba ia memanggilku, aku mengalihkan pandanganku dari buku ke arahnya. ”Kenapa?” tanyaku.

 Tanpa balas menatapku, ia melanjutkan ceritanya sambil menulis, ”tadi pagi aku kan buru-buru berangkatnya, di angkot tuh orang-orang pada ngeliatin aku. Ada yang senyum-senyum aja lagi, kesel akunya.”

 ”Kok bisa? Perasaan kamu aja kali Ka.”

 ”Enggak, beneran Ta. Pas aku turun dari angkot terus jalan ke sekolah aku baru sadar, ternyata poniku diluar.”

 ”Maksudnya?” aku belum paham.

 ”Iya, aku kerudungan tapi poniku gak aku masukin ke dalem kerudungnya...” jawabnya sambil manyun.

 ”Ha?” aku langsung ngekek tertahan membayangkan hal tersebut.

 ”Lagian kenapa sih orang-orang di angkot bukannya ngasih tau gitu, malah ngeliatin aja.” lanjutnya.

 ”Ya, abis kamunya tenang-tenang aja sih. Dikira mereka emang model kerudungan kamu kayak gitu kali...” jawabku geli. Ia menatapku sebal sambil akhirnya ikut tersenyum geli juga. Aku gak nyangka, anak cuek ini bisa terganggu dengan hal sepele semacam itu.

Intinya sih masalah kecil untuk seseorang bisa jadi merupakan masalah besar untuk orang lain dan juga sebaliknya.

Hiduplah Detik ini Juga

Apa yang membuat kita takut saat ini? Mungkin karena kita tidak berada pada detik ini. Kita masih hidup di masa lalu. Ya, kebanyakan dari kita hidup di masa lalu. Kegagalan demi kegagalan yang pernah kita alami, membuat kita terperangkap di masa itu. Apa yang bisa aku lakukan? Seharusnya aku begini dulu, seharusnya hal itu tidak terjadi, seharusnya dan seharusnya. Ingin sekali memperbaiki seandainya bisa. Bisakah kita kembali ke masa itu dan mencegah hal yang tak kita inginkan terjadi? Enaknya...

 Atau kita tidak berada pada detik ini karena kita mengkhawatirkan masa depan? Gamang... Mungkinkah aku bisa begini? Kalau aku melakukan ini, bisakah hasilnya seperti ini? Kita jadi takut melangkah. Akhirnya malah tak berbuat apa-apa. Maka hiduplah detik ini juga dengan berbuat yang terbaik.

 Itu yang aku pahami tentang sebuah tema suatu acara yang aku lihat di televisi belakangan ini. Kalau dihubungkan dengan pengalamanku berinteraksi dengan banyak orang, ada pelajaran berharga yang aku peroleh. Tentang rasa, tentang hati. Maklum, baru menghadapi dunia nyata alias masyarakat dan baru menyadari semestinya kedewasaan tumbuh dan berkembang seiring bertambahnya usia. Meskipun kata orang ’tua itu pasti dan dewasa itu pilihan’, tetap saja jika usia sudah makin besar angkanya dianggap sudah dewasa dan harus bertindak layaknya orang dewasa, padahal secara emosinal belum matang. Berbagai benturan-benturan yang dialami semisal  ketidakcocokan sikap antarmanusia kadang membuat hati menjadi terluka. Lukanya membuat kita tak mampu memandang secara adil terhadap si pembuat luka. Kebaikannya yang kita dengarpun akhirnya tertutup satu noktah perilakunya yang kita anggap salah. Semakin mendengarnya, semakin illfeel rasanya.

 Akhirnya, saat kita berhadapan dengan orang tersebut, mungkin karena tak ingin mendapat luka lagi, kita membuat benteng pertahanan untuk diri kita. Caranya adalah dengan menyerang lebih dulu entah dengan bersikap dingin atau tidak peduli. Ya, itu karena kita ingat masa lalu tadi yang berarti kita masih hidup dan terjebak di masa lalu. Semestinya kita hidup detik ini juga. Itu kan masa lalu, sekarang ya sekarang. Saat kita beraktivitas bersama orang itu, sadarilah keberadaan kita di detik saat ini. Dengan menyadari keberadaan kita di detik ini, semestinya kita bisa lebih obyektif. Tak adalah yang sempurna karena kita diciptakan untuk senantiasa melakukan perbaikan-perbaikan dalam rangka menjadi pemimpin di muka bumi. Minimal memimpin diri sendiri menuju keselamatan dunia akhirat, dengan membaguskan kualitas diri. Tapi bukan berarti kita tidak mengambil pelajaran dari masa lalu. Jika kita tidak suka diperlakukan dzalim, hendaknya kita tidak berbuat seperti itu pada orang lain.

 Toh kitapun pernah melukai orang lain, baik kita ketahui atau tidak. Mungkin kita merasa baik, tapi ternyata orang lain tidak menyukainya, tapi ternyata masih ada saja yang merasa terlukai. Gagalkah kita? Iya, begitulah.

Lebih dari 9000 tembakan meleset dalam karirku. 26 kali aku dipercaya untuk melakukan lemparan kemenangan, dan meleset. Aku gagal, gagal, dan gagal lagi dalam hidupku. Dan karena itulah aku sukses. –Michael Jordan-

Selasa, 19 Oktober 2010

Bengkulu 18 19 Oktober

ke Bengkulu naik bis kelas eksekusi, bener-bener tereksekusi deh, hehe. Ongkos per orangnya adalah Rp. 175rbu. Ck ck ck, ini ide si Bapak, "gak apa-apa ini cuman kegiatan iseng-iseng berhadiah. Dapet sukur gak dapet ya gak papa. Nganter si Lek (panggilan untuk om ku)" Jadi awalnya adalah mendaftarkan si om untuk ikut seleksi pegawai dephub transportasi udara. Sekalian aja deh tu aku dan adikku disuruh ikut daftar juga padahal masih kuliah (pake ijazah SMA). Eeh, gak tahunya para peserta wajib datang tes fisik tanggal 18 Oktober. Yaudin, berangkatlah kita ditemani Bapak dengan bis kelas eksekusi tadi. 

Awalnya seneng aja di kapal laut, maklum baru pertama kali naik. Tapi setelah itu, Masya Allah gak tau deh aku mau lagi gak ya, bayangin 30 jam naik bis. Aku nikmati saja perjalanan ekstrim itu. Aku bilang ekstrim karena jalanan berliku naik-turun-gunung-kanan-kiri-jurang. Kayak daerah Nagreg tapi ini gak ada putus-putusnya. Banyak papan peringatan pula, bikin senyum sendiri karena mengingatkanku dengan halaman rumah si Paman Gober, bedanya kalo di jalur lintas Sumatera ini bukan papan peringatan bertulis enyah kau! Menjauh! Dilarang masuk! kayak Paman Gober, tapi hati-hati turunan dan jurang, rawan longsor, rawan kecelakaan, dan peringatan semacam itu. Pokoknya seru deh, sport jantung. 

Sampai di daerah Panorama kita menuju Hotel Sindu, tapi ternyata kamar penuh semua karena dibooking untuk pelatihan satpol pp se Propinsi gitu. Ya wis Alhamdulillah ada panitia acara tersebut yang bersedia mengantar kita ke hotel lain, masih daerah Panorama. Namanya Hotel Idaman (Idaman kalo di Purwokerto mah warnet). Satu kamar tarifnya 150rbu per malam.

Dari idaman ke Bandara Fatmawati Soekarno di daerah Curub ngangkot 2 kali. Tarif angkot Bengkulu sama dengan di perum, jauh dekat Rp 2000. Pagi kita Check out dan langsung ke tempat tes fisik di Bandara. Ihihi seru juga, soalnya kayak ospek aja, bedanya ini yang ngospek polisi dan tentara. Kita dilatih baris berbaris kemudian dites. suii tenan lah, soalnya pesertanya mencapai angka 4000 orang.

Karena sampai sore belum kelar juga, tes dilanjutkan besok, bersambung gitu. Hyaa terpaksa cari tempat nginep lagi deh ah. Si Bapak inget di depan Bandara agak kiri sedikit ada asrama haji, Bapak bilang sih biasanya boleh disewakan. Setelah bubar tes kita coba ke asrama haji, daripada mesti balik ke hotel lagi. 

Dalam hati, aku takut. AS-RA-MA, hehe kalo denger kata ini, kayaknya angker gitu, bayanganku adalah bangunan tua yang besar, kamar mandi kotor di pojokan, lampu remang, korden gak utuh, cerita aneh, dan ... (hii, aku serem ngelanjutin). Pas masuk ke asrama, waah bangunan emang besar tapi kelihatan baru. Kita dikasih tempat di Gedung Mina namanya. Ini sudah maghrib ketika kita ke asrama. Begitu masuk, waw cakep dah. Jauh dari bayanganku. Bersih, terang benderang, dan kamar mandi terawat (tapi teetep di pojok). 

Tarif untuk kamar biasa dengan kipas angin dihitungnya per-orang yaitu 27.500, murah banget untuk bisa tidur nyaman gini. kalo kamar AC dihitung per-kamar 220.000. Satu kamar isi 4 tempat tidur bertingkat. Kita mah kipas angin aja ya, hehe. Ehm, aku udah seneng dengan tempatnya, eeeh lep! lampunya padam. Astaghfirullah, pikiran negatif memberi energi negatif juga (tentang AS-RA-MA). Aku rada-rada kecewa dan ngerasa horor banget. Kita keluar beli lilin. 'Mati listrik' kata penanggungjawab asrama, 'tadi juga bandara sempat mati' gitu. Lilin di sebar di kamar, hall, dan kamar mandi. Dengan keadaan gini gak mood ngapa-ngapain, mana capek banget abis dijemur seharian, belum solat pula. Lagi duduk-duduk di hall, byar! lampunya nyala lagi. Alhamdulillah, akhirnya bisa istirahat dengan nyaman. 
Oiya,siang tanggal 18-nya aku makan popmie soalnya gak mungkin keluar bandara, tenggorokan iritasi vetsin, eeh malemnya kita gak nemu tempat makan lain selain warung bakso, apa boleh buat makan nasi pake bakso. Kasihan banget tenggorokanku. Belakangan diketahui bahwa di sebelah kanan asrama agak jauh dikit ada RM nasi Padang. Paginya kita pamit ke bapak asrama. 

Di Bandara dijemur lagi deh kita. Tesnya ngukur tinggi badan, jalan biasa, jalan cepat, sit up dan push up (yang perempuan sama polwan kok), sebentar sih, tapi ngantrinyaa... Aku selesai waktu zuhur. Alhamdulillah pulangnya Bapak memutuskan bahwa kita naik Lion Air, 290.000 per orang. Kalo mau lebih murah bisa Sriwijaya Air 275.000. Sampai di rumah perasaan lega. 

Apa lagi? Oh Bunga Rafflesia arnoldi itu ikon Bengkulu. Buah manggis dan durian jadi andalan ni. Kata penjual di sana, untuk durian, harga per buah bukan pada musim durian adalah 12.000 karena durian didatangkan dari Lampung. Tapi kalo lagi musimnya, 10.000 bisa dapet 4 buah durian, nyam. Sumber lain mengatakan per buah bisa sampai 500 perak (bisnis aja yuk ^^). Orang-orangnya ramah dan bahasanya bisa dimengerti (hendak kemano=mau kemana, serempak=bareng/bersama). Kotanya tidak begitu ramai dan jalan utamanya luas seperti kota-kota lain di Indonesia. 

Demikian catatan perjalananku dan beberapa info biaya sebagai referensi bepergian. Maaf ni kalo tulisan acak, tapi aku kira lumayan konkret.

Jumat, 15 Oktober 2010

Isengin Adek di Hari Jum'at

  Kakak dan adek saat nonton TV bareng.

Kakak : (ketika adzan ashar berkumndang, melirik adek memikirkan kejailan apa yang akan dilakukan)

Kakak : (memulai aksinya) Dek, lu gak solat zuhur ye? Hayoooo

Adek   : (kaget, mikir, keliatan nyesel) ngg...

Kakak : (kasihan dan akhirnya memberi clue) emang sekarang hari apa?

Adek   : Jum'at, yee gw emang kagak solat zuhur. Jum'atan kaleee, ah eloh

Kakak : mangkanya jangan serius banget nonton TVnya


Sabtu, 09 Oktober 2010

"Segala kebaikan terletak di dalam keridhaan. Maka jika engkau mampu, jadilah orang yang ridha; jika tidak mampu, jadilah orang yang sabar." surat dari Umar bin al-Khaththab untuk Abu Musa al-'Asy'ary,

Breaking the Habit

adek  : (nyanyi nyanyi gak jelas, lagu linking park)
kakak: (lewat sambil geleng-geleng kepala)
adek  : "kak, emang arti breaking the habit apaan sih?"
kakak: (mikir)
adek  : "kan habit artinya kebiasaan tuh, kalo breaking the habit apaan?"
kakak: "misalkan lu tiap malem maen point blank, eeh suatu malem lu mutusin untuk gak maen PB lagi, NNAAAH entu namenye breaking the habit. Bagus kan?"
adek  : "ooh, okelah, gw emang udah gak maen PB lagi yeee." kesindir.
kakak: "bagus deh."
adek  : "tapi gw sekarang maen cross fire, ahahaaa" ketawa puas.
kakak: "huu"