Minggu, 30 Oktober 2011

Pendidikan di Negeriku

Suasana mendung siang ini sungguh syahdu. Aku sangat menyukai mendung yang tak hujan. Aku terbangun setelah istirahat sejenak dari lelahnya aktivitas pagi. Suasana yang menerbitkan minatku untuk menulis. Baiklah kutulis kisahku hari ini.

Ba'da shubuh aku melanjutkan mengisi ledger anak-anak muridku. Jam 7 lewat aku menuju sekolah. Di sana sudah ada dua wali kelas lainnya dan juga Bapak Kepala Sekolah yang sedang sibuk menandatangani rapot bayangan anak-anak. Aku bergabung dengan mereka, briefing sebentar, kemudian kami menuju kelas masing-masing. Hmm, sudah ada satu muridku bersama ibunya. Berturut-turut mereka datang bergantian. Adalah hal yang bagus bisa mengetahui lebih jauh kondisi keluarga mereka. Dengan begitu, kita akan memahami murid-murid kita dan semoga aku bisa mendidik lebih baik lagi. Aku bisa mengerti, di saat ekonomi serba sulit ini, untuk biaya sekolah agaknya memang tidak bisa dibilang mudah. Bahkan keluarga yang berkecukupanpun bisa jatuh ke batas garis kekurangan jika dihadapkan dengan masalah kesehatan. Misalkan sebuah keluarga dengan dua anak bersekolah. Anggaran rumah tangga sudah dialokasikan sedemikian rupa. Tetapi saat salah satu anak sakit parah dan harus dirawat, terpaksa anggaran pendidikan akan masuk ke kesehatan (karena menyangkut nyawa). Alhasil, biaya pendidikan terbengkalai dan jika keadaan ini terus menerus bisa mengganggu stabilitas keuangan keluarga.

Sekolah ini memang baru berdiri, tetapi kami optimis ia bisa menjadi besar suatu saat nanti. Karena aku melihat Bapak Kepala Sekolah selaku pimpinan dan penjembatan antara sekolah dengan yayasan sangat peduli dengan masalah biaya pendidikan. Jangan sampai hanya karena belum mampu membayar, murid kami tidak dapat minikmati pendidikan. Terutama murid-muridku yang optimis dan semangat ingin lanjut sekolah meski orang tuanya pernah putus harapan tentang kelanjutan pendidikan anaknya. Anak-anak yang akan menjadi bagian dari penentu masa depan bangsa.

Senin, 10 Oktober 2011

Dimanapun Allah menempatkan kita, di situlah hendaknya segenap jiwa dan raga kita berada. Apapun amanah yang Allah berikan kepada kita, ringan ataukah berat, semua adalah bentuk kasih-Nya agar kita tidak lari dari-Nya, agar kita semakin mendekat kepada-Nya.

Laboratorium dan Karakter Penghuninya


anak organik duduk2 di analitik

Sejak dulu ingin menuliskan ini tapi baru kesampaian sekarang. Jadi, selama saya kuliah, lab yang biasa saya masuki ada 5. Ianya adalah Lab Kimia Organik, Analitik, Anorganik, Fisik, dan Biokimia. Kalau saya perhatikan, setiap lab memiliki tampilan berbeda, baik kondisi lab, tentu peralatan dan bahan2 kimianya juga, maupun orang-orang di dalamnya. Entah dimulai dari mana. Apakah orang-orang memilih masuk lab tertentu karena sifat mereka yang cenderung cocok dengan lab? Ataukah lab dan kondisinya yang menyebabkan orang-orang yang terlibat di dalamnya menjadi punya sifat tertentu?

Baiklah dimulai dari lab di mana saya menghabiskan sisa perkuliahan, yaitu Lab. Organik. Ehm, labnya paling rame dengan botol2 penampung larutan dan zat di setiap meja. Labnya terkesan kurang terawat, karena aktivitas di lab ini memang ekstrim. Selain banyak larutan2 berbahaya, banyak kegiatan pemanasan dengan api dan listrik. Meskipun demikian, lab ini paling banyak penghuninya, baik dari MIPA maupun Fakultas lain. Lab ini juga paling asik karena persis berseberangan dengan kantin Fakultas Pertanian :)), jadi kalo kita haus atau kelaparan tinggal teriak dari balik jendela ke mba2 atau mas2 kantin. Selain itu, lab ini juga kena hotspot TI dan Fak. Pertanian. Nah, kalau orang-orangnya menyenangkan, rame, dan sangat solid meski bukan satu tim penelitian. Gak ambil pusing dengan remeh temeh kesalahpahaman, maksudnya kalo ada miskom nanti beres lagi.

Selanjutnya adalah lab analitik di sebelah Lab. Organik. Labnya juga luas. Selain yang terlihat dari luar, kalau kita melewati tempat penyimpanan alat2 kimia kita akan menemukan Lab. Analitik sebelah dalam. Botol zat dan peralatan di lab ini lebih sedikit ketimbang di organik. Paling banyak mungkin dengan jerigen-jerigen berisi limbah milik penghuni. Karena nyaris kosong, lab ini lebih bersih ketimbang organik. Aktifitas kebanyakan adalah penyaringan. Harga kertas saring beragam lho, budget bisa banyak cuma buat nyaring. Orang-orang penghuni lab ini adalah orang-orang yang simpel dan praktis. kerjanya gak kelihatan tapi tahu-tahu sudah kelar penelitiannya =).

Menyebrang ke sayap lain, ada Lab. Kimia Anorganik. Manajemen di lab ini paling rapi dalam hal peminjaman alat dan bahan. Mungkin karena laborannya perempuan ya.. Di pojoknya ada ruang untuk alat pengukuran (spektrofotometer). Tempatnya ademm (dingin) karena AC yang harus terus nyala demi kestabilan kondisi alat2 di dalamnya. Penghuni lab ini sedikit, Kesannya sepi dan... senyap. Orang-orangnya baik, cuma rada cuek gitu, Piss... 

Ke sebelah kanan Lab. Anorganik ada Lab. Kimia Fisik. Bersih dah labnya. Yang paling mencolok mungkin alat destilasi ukuran jumbo untuk bikin aquades. Kalau orang-orangnya? Hmm cuma satu dua dan jarang kelihatan di labnya.

Berikutnya adalah Lab. Biokimia. Higienis. Karena kebanyakan kegiatan lab ini bersentuhan dengan makhluk hidup bernama bakteri. Kalo gak higienis, wahh si bakteri bakal terkontaminasi dan cepet mati. Mesti cekatan dan tepat waktu. Rada tegang kalo masuk sini mah, kenapa y? Orang-orangnya teliti dan mungkin bisa dibilang egonya kentara banget. Konflik bisa jadi panjang, jadi yang sabar yang ngalah duluan aja.

Hhh lega deh, udah ngeluarin isi kepala yang lama mengendon. Oiya, sekarang di belakang Pertanian ada Laboratorium Terpadu yang lebih komplit. Pengen deh main ke sana, Insya Allah :).

Minggu, 02 Oktober 2011

Sebuah Perjalanan

Mukhoyyam yang kembali menguatkan azzam. Dua hari yang menyenangkan, merasakan sebagian kecil sensasi perjalanan para pejuang Islam. Tenda kami berada paling dekat dengan tenda besar milik panitia. Aku membayangkan bahwa itu adalah tenda Rasulullah saat perang dan tenda kami berada paling dekat dengan tendanya. Qiyamullail beratapkan langit. Udara dan angin dingin berhembus menambah gigil tubuh-tubuh kami, seolah kami sedang sholat bersama relawan mavi marmara di udara terbuka Latakia. Jaga bergiliran di tenda masing-masing, suara letusan-letusan kembang api dari kejauhan seakan-akan bom-bom yang dimuntahkan tentara-tentara Israel ke bumi Palestina kita. Tengah malam, kamipun turut merasakan ketegangan para gerilyawan kemerdekaan RI saat bersembunyi di hutan-hutan dan saat melakukan pengintaian.

Satu pesan yang selalu terngiang adalah dalam perjuangan, di setiap deritanya, kita akan menemukan kemikmatan-kenikmatan dengan cara tersendiri. Yang, pada saat biasa, kita tidak mampu mensyukurinya. Berteduh di bawah pohon rindang dan seteguk air kala melakukan perjalanan di teriknya siang adalah sebuah nikmat. Jalanan menurun setelah jalan menanjak adalah sebuah nikmat. Makan seadanya di tempat yang jauh dari peradaban adalah sebuah nikmat. Alhamdulillah.