Jumat, 19 Oktober 2012

Menakar Barakah


Oleh: Mohammad Fauzil Adhim


Apakah tidak pernah sakit menandakan hidup kita penuh barakah? Tidak. Fir'aun tak pernah sakit dan hidupnya amat jauh dari barakah. Lihatlah Nabi Ayyub 'alaihis salam, sakit justru jadi mahkota kemuliaan hidupnya karena dengan itu teruji ridha dan sabarnya terhadap segala ketentuan Allah Ta'ala.

Di penghujung hidupnya, Imam Syafi'i rahimahullah juga tak putus-putus sakitnya, tapi tak henti juga perjuangan dakwahnya. Imam Syafi'i tetap mengajarkan agama ini sepenuh kesungguhan, meski harus bersimbah-darah karena ambeien yang amat parah.

Apakah selalu berlimpahnya rezeki dan mengguritanya bisnis menandakan hidup penuh barakah? Tidak. Tengoklah Qarun. Amat berlimpah hartanya. Allah Ta'ala gambarkan berlimpahnya kekayaan Qarun dalam Al-Qur'an surat Al-Qashash. Kunci untuk menyimpan hartanya saja sangat berat. Sedemikian banyak kunci untuk menyimpan harta di gudang-gudangnya, sehingga orang-orang yang kuat tak sanggup memikulnya.

Tetapi, apakah harta berlimpah itu sebab hilangnya barakah? Tidak. 'Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu sangat kaya dan ia jauhi tana'um. Terjatuhnya Qarun sehingga karunia menjadi laknat bersebab ia berbangga-bangga dengan hartanya, berbangga-bangga dengan kehebatan bisnisnya. Qarun banggakan kemampuan bisnisnya dan yakin bahwa kejayaan itu karena usahanya belaka. Maka, berhati-hatilah jika engkau mulai menepuk dada. Berhati-hatilah pula jika engkau merasa terpukau oleh majelis yang berbangga-bangga dengan warisan Qarun dan ajak bertawakal pada strategi.

Sungguh, berbangga-bangga telah menggelincirkan manusia dari yakin kepada Allah Ta'ala Yang Maha Perkasa kepada yakin kepada diri sendiri. Bersebab berbangga-bangga, dikabulkannya do'a pun dapat menjadikan ia terjauh dari barakah dan hidayah. Ia tetap yakin Allah Ta'ala yang memberi dan mengabulkan do'a,  tetapi ia meyakini bahwa strategi dan teknik berdo'a yang menjadikan Allah Ta'ala selalu mengabulkan. Tanpa sadar, ia bergeser dari tawakkal kepada Allah Ta'ala menjadi yakin bahwa dirinya penentu segala. Bahkan Allah Ta'ala. Na'udzubillah.

Jika do'amu SELALU, PASTI dan SEKETIKA dikabulkan, menangislah dan mintalah penjagaan iman dari Allah Ta'ala. Ingatlah Bal'am bin Baurah. Dan jangan berbangga-bangga dengan ampuhnya do'amu. Apalagi menganggap itu karena caramu berdo'a. Sungguh, Yang Maha Kuasa hanya Allah Ta'ala.

Berkenaan dengan Bal'am bin Baurah, renungilah sejenak Al-Qur'an surat Al-A'raaf ayat 175-176. Bacalah tafsirnya dan resapi secara jujur:

واتل عليهم نبأ الذي آتيناه آياتنا فانسلخ منها فأتبعه الشيطان فكان من الغاوين

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.” QS. Al-A’raaf, 7: 175.


ولو شئنا لرفعناه بها ولكنه أخلد إلى الأرض واتبع هواه فمثله كمثل الكلب إن تحمل عليه يلهث أو تتركه يلهث ذلك مثل القوم الذين كذبوا بآياتنا فاقصص القصص لعلهم يتفكرون

“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” QS. Al-A’raaf, 7: 176.


Baca juga olehmu ayat berikutnya dan renungi. Semoga Allah Ta'ala berikan hidayah & penjagaan iman kepada kita:

ساء مثلا القوم الذين كذبوا بآياتنا وأنفسهم كانوا يظلمون

“Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.” QS. Al-A’raaf, 7: 177.

Bal'am. Celakalah ia. Awalnya ia adalah orang yang lurus dan meluruskan. Tapi dunia telah menggelincirkan ia sejauh-jauhnya. Sepanjang yang saya pelajari, Bal'am bin Baurah tak pernah berhasil mengucapkan do'a keburukan kepada pasukan Nabi Musa 'alaihissalaam, bersebab lidahnya keseleo. Tapi kuatnya niat yang buruk telah cukup untuk melemparkan dia dari taat kepada maksiat terhadap Allah Ta'ala.

Maka, sungguh ini merupakan peringatan untuk kita semua tentang betapa pentingnya menata niat dan menjaga iman. Salah niat, amal shalih pun jadi api. Semoga tidaklah kita mati kecuali dalam keadaan benar-benar muslim; benar-benar ridha kepada Allah Ta'ala dan Allah pun ridha kepada kita. Kita memohon kepada-Nya:

ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." QS. Ali Imran, 3: 8.


يامقلب القلوب ثبت قلبي على دينك

“Wahai Yang Membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu." HR. At-Tirmidzi.

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Ya Allah Yang Mengarahkan Hati, arahkn hati kami untuk taat kepada-Mu."HR. Muslim.


يا أيتها النفس المطمئنة ارجعي إلى ربك راضية مرضية فادخلي في عبادي وادخلي جنتي

"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku." QS. Al-Fajr, 89: 27-30.

Semoga Allah Ta’ala karuniakan kepada kita akhir kehidupan yang baik (husnul khatimah). Tidaklah kita mati kecuali dalam keadaan benar-benar muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar