Selasa, 02 November 2010

Heran (Jangan-Jangan Ini Sekuler)

Heran aku, sebenernya siapa sih yang memisahkan kehidupan dengan agama? Kesal jadinya kalau aku sedang membaca buku misalnya La Tahzan atau sejenisnya,”baca buku apaan?” begitu aku menunjukkan kover buku yang kubaca,”ooh, agama...”. Apa? Agama? Aku malas berbicara jadi diam saja. Padahal kesal bukan main. Kupikir ia orang yang paham tapi pernyataanya seolah memisahkan aturan hidup sehari-hari dengan apa yang disebutnya pelajaran agama seperti buku paket saat sekolah dulu. Kalo misah-misahin gini, pantaslah banyak yang rajin sholat di masjid tapi tetap korupsi, pantaslah pandai mengaji tapi akhlak tak terpuji. Mungkin karena dipikirnya pelajaran agama seperti pelajaran sejarah, benar saat menjawab soal saja, sehari-hari gak kepake. Padahal kalau agamanya benar, imannya benar, akhlaknya pasti benar.

sebenernya siapa sih yang memisahkan kehidupan dengan agama? Ketika aku menawarkan sebuah buku motivasi yang dikarang seorang ulama untuk aku pinjamkan, temanku berkata,”bukan buku agama, gw lagi butuh buku motivasi.” mentang-mentang ada kutipan ayatnya. Ehm, menurutnya buku motivasi itu seperti buku berjudul mind power bikinan orang bule. Hallo? Tahu gak kalau orang bule pun mengutip ayat-ayat kitab agamanya meskipun secara tersirat karena itu jalan hidup mereka. Jadi, itu juga buku agama tauk. Agama memang pedoman hidup, petunjuk, dan sebagai umat manusia yang cocok Islam, yang diridhoi dan untuk seluruh alam, buku manualnya Al-Qur’an, penjelasannya hadist.

”Eh apa yang ditulis si anu (menyebutkan nama pengarang bule) persis kayak ajaran agama kita loh.” Baru tahu nih ye. Nampaknya kita lebih percaya dengan orang-orang bule yang kita anggap maju dan modern. Padahal semua pelajaran hidup, motivasi, dan ilmu sudah lengkap di Al-Qur’an jauh sebelum apa yang kita sebut ilmuwan otak, psikolog, atau sejenisnya meramu trik2 kehidupan. Bahkan lebih efisien karena tujuan akhir kita adalah sesuatu yang abadi, bukan sekedar sukses duniawi yang hampa ketika telah dicapai.

Pada akhirnya aku maklum. Tak apa, dulu aku juga demikian, ilmu bisa kita ambil dari mana saja. Itu hak muslim. Satu tema, penyampaian oleh orang yang berbeda akan menimbulkan kesan berbeda dan pandangan dari banyak sisi, sehingga kita bisa lebih bijaksana. Bahasa yang ringan mudah diterima, bahasan ilmiah memudahkan akal menerima. Jadi ambil yang terbaik asalkan tidak bertentangan dengan yang dibawa Rasulullah.

4 komentar: