ilmu sebagai bekal, amal sebagai pergerakan, dan jama'ah sebagai penjagaan
Pada salah satu hari di minggu ini, karena suatu keperluan, saya mengunjungi sebuah rumah. Penghuni rumah ini berisi bapak, ibu, anak lelaki, dan anak perempuan. Setelah lama berbincang, si Ibu berkata.”Mba, kenal akhwat-akhwat tarbiyah ya?” Tentu, mungkin karena saya mengenakan rok dan kaos kaki, plus jaket gombrong, meskipun jilbab saya tidak terlihat, si ibu bisa menerka kiranya saya anak pengajian.
“Iya Bu, kebetulan saya tarbiyah. Kenapa memangnya Bu?” Saya penasaran karena ibu ini potongannya ammah. Istilah akhwat tarbiyah tentu hanya dimengerti oleh orang-orang tertentu/pernah terlibat aktivitas pengajian.
“Saya dulu juga ngaji bareng akhwat-akhwat tarbiyah” tambah si ibu.
“Oo, di mana Bu?” ternyata betul si ibu pernah ngaji.
“Di kampung. Dulu sih waktu SMA” Tambah si ibu. Beliau ini asli Tegal.
“Sekarang udah enggak lagi. Dulu ngajinya bareng ummahat-ummahat pada bawa anak. Terus kalau akhwat dijodohkan dengan ikhwan ya. Saya dulu juga tapi gak jadi. Eeh, malah sama si Bapak.” Kata si ibu sambil menunjuk ke arah suaminya.
“Yaa, udah jodohnya Bu” saya menimpali sambil nyengir.
Mantan akhwat. Oh how? Saya miris jika melihat dalam rumah tersebut, tiada sedikitpun bekas yang menunjukkan ibu ini pernah ngaji. Alhamdulillah si ibu berjilbab. Maksudnya, bekas pada suami dan anak-anaknya. Saya teringat perkataan Mr saya, amat disayangkan jika seorang akhwat yang bertahun tarbiyah kemudian berhenti. Padahal, lewat tarbiyah para akhwat beroleh motivasi dan ilmu sebagai bekal menjadi madrasah pertama putra putrinya. Bekal ilmu pula dalam bermasyarakat dan bagaimana ia mewarnai tempat ia berada dengan nilai-nilai ma’ruf. Mengubah dirinya, keluarganya, masyarakatnya, kemudian negara dan dunia.
Benar sekali. Tarbiyah bukanlah segalanya. Kita tidak belajar ilmu fiqih secara detail, ilmu syariah secara menyeluruh, ilmu tafsir secara lengkap. Karena jika pembinaan adalah menguasai ilmu-ilmu tersebut, toh banyak media lain, tak perlu pembina/pembimbing. Di buku, internet, radio, dan tivi bertebaran materi-materi dan ilmu-ilmu tersebut.
Pembinaan rutin dengan seorang pembina adalah ruang motivasi agar manusia mau terus membekali dirinya dengan ilmu dan bergerak amal, ruang penjagaan jiwanya, dan mengembangkan potensinya. Karena hakikatnya, belajar ilmu adalah belajar adab. Bagaimana seseorang berinteraksi dengan seorang ‘guru’ dengan adab-adab yang baik. Belajar sekedar lewat media tidak akan mengajarkan manusia akan adab dan tidak akan mengubah akhlak, karena gurunya adalah benda mati.
Bahkan, seorang guru pun harus berguru lagi. Misalnya, jika ia seorang hafiz, ia harus talaqqi dengan seorang guru, mengulang hafalan dan bacaanya apakah ada kesalahan. Jika seseorang berhenti belajar maka akan timbul berbagai penyakit. Salah satunya adalah merasa paling benar, dalam memutuskan suatu perkara akan jadi asal bunyi dan asal beda. Hal ini berbahaya, apalagi jika ia seorang yang berpengaruh. Dengan belajar dan berguru terus menerus, kita akan selalu diberikan koreksi.
Pembinaan dalam tarbiyah adalah ruang penjagaan. Domba yang sendirian akan mudah dimangsa serigala daripada domba yang berkelompok. Dengan berjamaah, kita bisa saling menasehati dan mengingatkan. Jika kita sendirian, maka setan akan mudah menghasut kita. Maka, jama’ah adalah sebuah keharusan.
Sungguh berharga akhwat-akhwat ini. Seorang yang pemahaman agamanya baik, ia akan cepat matang. Mereka lebih tahan terhadap tantangan zaman. Seorang ulama kontemporer pergerakan islam, Sayyid Quthb berkata,
Kita sudah lama mengatakan kepada manusia: mereka yang dididik oleh Islam lebih lurus jalannya, lebih kuat tekadnya, lebih mampu memikul tanggung jawab, lebih serius mengambil dan melaksanakan sesuatu. Sebab mereka punya hati nurani sebagai penjaga, punya agama sebagai sandaran, dan punya Al Qur’an sebagai petunjuk jalan.
Ini adalah bahan perenungan, terutama bagi diri saya pribadi. Akhirnya, saya memohon perlindungan dan pertolongan kepada Allah agar kita diberikan hidayah dan ditetapkan di atas hidayah itu hingga akhir hayat. Segala kesalahan murni dari diri pribadi.
CMIIW
jangan pakai kata domba ah ukh
BalasHapusNanti benar dong istilah 'domba yang tersesat'
Cmiiw juga ah :)
tadi kepikiran itu juga, tapi belum dapet istilah yang lain. mm, apa y?
BalasHapusaamiin :)
BalasHapussaya pun meminta hal yg sama mba, semoga keistiqomahan melekat pada diri..
amiin ya Allah. Kalo mau nulis atau ngomong ngeri ya, takut gak selaras dengan diri kita
BalasHapus^_^ nice notes.
BalasHapusselalu ingatkan saya yah...
semoga istiqomah sampai husnul khatimah.
sama2 mif, saling y. amiiin y robbal alamii
BalasHapussama2 y mif. amiiin
BalasHapusmantan akhwat ya ?
BalasHapusseprtinya ndak ada deh...akhwat kan sebutan untuk perempuan ya. Nah kalo mantan akhwat berarti mantan perempuan donggg... ??
Bener ndak ?
Bener2.
BalasHapusHehe, ini sy pake istilah khusus yg sudah mjdi umum d Indonesia. Soalnya kalo mantan da'iyah kayaknya yo ketinggian/berat beban nulisnya