Sore itu aku dan adikku menuju Rumah Makan Padang. Kami berjalan menyusuri komplek perumahan. Pada gang pertama semestinya kami berbelok untuk mendapatkan jarak yang pendek, tapi kami sepakat berbelok di gang berikutnya saja karena kami tahu di gang pertama terdapat sebuah rumah dengan anjing galak begitu kata orang. Setiap orang yang lewat rumah tersebut pasti digonggong oleh anjing ini. Sebenarnya ia hanya bisa menggonggong saja takkan mengejar apalagi melukai karena ia diikat di dalam teras oleh pemiliknya. Tapi rasa takut kalau-kalau anjingnya lepas dan mengejar menyebabkan kami menempuh jarak yang lebih panjang.
Usai dari Rumah Makan Padang, aku mengusulkan untuk lewat gang pertama saja supaya lebih cepat, nampaknya adikku juga sudah malas berjalan jauh sehingga ia setuju. Aku menutup telinga saat melewati tempat itu sambil sesekali bertanya pada adikku apakah ada anjing galaknya hingga sampailah kami di ujung gang dan tidak ada suara gonggongan anjing. Adikku mengatakan bahwa anjing tadi sedang bersama pemiliknya sehingga tidak menggonggong, lega rasa hatiku.
Kenapa mesti takut? Tentu karena aku teringat pengalaman saat kecil dulu apabila berjalan melewati gang itu, aku dan teman-temanku lari terbirit sambil berteriak-teriak. Pasti karena kehebohan ini yang menyebabkan anjing tersebut malah semakin semangat menggonggong.
Inilah dia belenggu. Pengalaman buruk dan pendapat yang negatif bisa menjadi belenggu dalam langkah kita, mempengaruhi dan menghambat. Kalau gonggongan anjing diibaratkan sebagai belenggu dan teriakan sebagai rasa takut, maka semakin takut, semakin besar belenggu dalam diri. Semakin berteriak, semakin besar gonggongan anjing. Jadi, untuk mengatasi gonggongan, jangan teriaki ia. Berjalanlah biasa dan santai. Apabila ia mengonggong, biarkan saja hingga tanpa kita sadari kita telah tiba di tempat tujuan. Di situ kita bisa membuktikan gonggongan hanyalah sekedar gonggongan.
nb : ribet deh tapi semoga paham maksudnya
Usai dari Rumah Makan Padang, aku mengusulkan untuk lewat gang pertama saja supaya lebih cepat, nampaknya adikku juga sudah malas berjalan jauh sehingga ia setuju. Aku menutup telinga saat melewati tempat itu sambil sesekali bertanya pada adikku apakah ada anjing galaknya hingga sampailah kami di ujung gang dan tidak ada suara gonggongan anjing. Adikku mengatakan bahwa anjing tadi sedang bersama pemiliknya sehingga tidak menggonggong, lega rasa hatiku.
Kenapa mesti takut? Tentu karena aku teringat pengalaman saat kecil dulu apabila berjalan melewati gang itu, aku dan teman-temanku lari terbirit sambil berteriak-teriak. Pasti karena kehebohan ini yang menyebabkan anjing tersebut malah semakin semangat menggonggong.
Inilah dia belenggu. Pengalaman buruk dan pendapat yang negatif bisa menjadi belenggu dalam langkah kita, mempengaruhi dan menghambat. Kalau gonggongan anjing diibaratkan sebagai belenggu dan teriakan sebagai rasa takut, maka semakin takut, semakin besar belenggu dalam diri. Semakin berteriak, semakin besar gonggongan anjing. Jadi, untuk mengatasi gonggongan, jangan teriaki ia. Berjalanlah biasa dan santai. Apabila ia mengonggong, biarkan saja hingga tanpa kita sadari kita telah tiba di tempat tujuan. Di situ kita bisa membuktikan gonggongan hanyalah sekedar gonggongan.
nb : ribet deh tapi semoga paham maksudnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar