Kamis, 21 Juni 2012

You-Know-Who dan You-Know-Why

Saya mengenal dua orang yang sangat teguh memegang prinsip hingga hal kecil sekalipun. Salut untuk mereka berdua.

Yang pertama adalah Bapak. Beliau seorang ammah yang tergolong pengamat setia Dunia Islam. Beliau peduli dengan nasib rakyat Palestina sehingga turut memboikot restoran cepat saji yang disinyalir mengalirkan dana ke 'You-Know-Who'. Buktinya adalah kemarin saat kami berkumpul dan merencanakan makan di luar, beberapa dari anak-anaknya menyebut beberapa resto cepat saji, pun dengan Ibu. Namun, Beliau menolak sama sekali, ketika Ibu bertanya kenapa? Bapak hanya tertawa dan bilang, sulit menjelaskan alasannya. Tentu saya mengerti alasan beliau. Kalian juga tahu kan, alasannya adalah 'You-Know-Why' lah. Akhirnya kami makan (ujung-ujungnya) ayam lagi-ayam lagi.

Yang kedua adalah adik kelas saya jaman kuliah, sebut saja Dyah. Anak ini juga seperti Bapak. Ketika hape saya hilang dan saya mengganti operator dari Telkomsel ke Indosat, saya memberikan nomor saya. Dia tidak meng-sms saya sebiji pun, walau sekedar memberitahu nomornya (sebagaimana saya minta). Dengan alasan 'You-Know-Why'. Pada akhirnya via message MP ia memberitahukan nomornya sambil berpesan. 'Mbak, sms aku kalau sudah punya nomor telkomsel lagi ya', ckck... Akhirnya, niat mau sms gak jadi, nunggu saya ngisi pulsa dengan kartu telkomsel duehh :o. Dia juga termasuk bukan pegguna facebook. Alasannya? 'You-Know-Why' tentu saja.

*kesampean menulis dengan kata2 you know why. Gara baca Harry Potter dan terpesona dengan gaya bahasa penulisnya, yang menuliskan tokoh antagonis Voldemort (ups) dengan kiasan Kau-Tahu-Siapa.

Selasa, 12 Juni 2012

ADAKAH KAU LUPA [HQ] - Saladin the Animated series.mp4




Adakah kau lupa
Kita pernah berjaya
Adakah kau lupa
Kita pernah berkuasa

Memayungi dua pertiga dunia
Merentas benua melayar samudera
Keimanan juga ketaqwaan
Rahasia mereka capai kejayaan

Bangunlah wahai anak bangsa
Kita bina kekuatan jiwa
Tempuh rintangan perjuangan

Gemilang generasi yang silam
Membawa arus perubahan
Keikhlasan hati dan nurani
Ketulusan jiwa mereka berjuang

Sejarah telah mengajar kita
Budaya Islam di serata dunia
Membina tamadun berjaya
Merubah mengangkat maruah

Lagu & Lirik : Jef Hazimin Jaafar & Alarm Me

“Ilmu Syar'i akan melapangkan dan melonggarkan dada sehingga terasa lebih luas dari dunia sedangkan kebodohan akan menyesakkan dada, menyempitkan dan mengongkongnya. Maka setiap kali ilmu seorang hamba bertambah maka hatinya akan terasa lebih lapang dan luas. Tetapi ini tidak akan berlaku untuk semua ilmu, melainkan khusus bagi ilmu yang diwarisi dari Rasulullah saw. Itulah ilmu yang bermanfaat sehingga pemiliknya menjadi orang yang hatinya paling lapang dan longgar, paling baik akhlaknya, hidupnya paling baik.” -Ibn Qayyim Al Jauzy-

“Teman-teman akrab pada hari itu (hari kiamat) sebahagiannya menjadi musuh bagi sebahagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa." (QS Az Zukhruf : 67) Ibnu Katsir mengatakan : “Seluruh persaudaraan dan persahabatan yang bukan kerana Allah pada hari kiamat akan berubah menjadi permusuhan."

Jumat, 08 Juni 2012

Ajakan Mempelajari Sejarah Nabi

Bagaimana mungkin seseorang yang dari mulutnya mengakui Rasulullah Muhammad SAW sebagai idolanya, ia tidak berusaha mempelajari peri kehidupan beliau?

Tidaklah semestinya seseorang yang mengaku umat Rasulullah SAW, menerima begitu saja cerita-cerita tentang bagaimana beliau, dari seorang/sekumpulan orang yang berbicara menurut hawa nafsunya (kebencian dan penyakit hati lain), kepentingannya, dan tanpa bukti yang nyata, Pelajarilah peri kehidupan beliau dari sumber terpercaya, dari orang-orang yang berbicara karena ilmu dan rasa takutnya kepada Allah (ulama-ulama terdahulu).

Niscaya, anda akan temukan kemuliaan akhlak beliau dan kecintaan anda kepada beliau akan menjadi-bukan sekedar status semata-.

Al-Imam Abdullah Ibnul Mubarak Rahimahullah berkata:
“Menurutku, sanad (periwayatan) adalah bagian dari agama. Andai bukan karena sanad, niscaya siapapun dapat mengatakan apa saja yang dikehendakinya.”

Semakin dekat kita dengan sumber mata air, semakin jernih airnya. Demikian pula dengan ilmu. Jika ilmu yang kita pelajari bersumber dari literatur primer akan lebih akurat dibandingkan literatur sekunder dan seterusnya. Tapi ingat, kita butuh para ahli dalam menafsirkannya. Jadi, teliti siapa penulis dari setiap buku yang anda baca.

Kamis, 07 Juni 2012

Indomie Paling Enak

Indomie paling enak yang pernah saya makan adalah indomie buatan seorang teman bernama F*****h. Tau bagaimana penampakannya? Lembek karena terlalu matang memasaknya. Di waktu-waktu biasa, kalau yang model begini saya kurang suka. Tapi, kondisi berikut ini yang menjadikannya, ruar biasa!!

Malam harinya mondar-mandir memindahkan alat-alat masak untuk bikin kue-kuean di salah satu rumah sobat kami, demi sebuah kompetisi kecil-kecilan antar Angkasa Crew dan tidur kelewat malam. Paginya, dengan sarapan remahan kue, kami menggowes sepeda dalam rangka 'sepeda sehat'. belum sampai start poin, kami sudah mandi keringat. Usai kegiatan sepeda sehat, kami pulang lagi mengayuh sepeda dengan sisa tenaga menuju S**i's house. Sampai di rumah sobat saya, kami langsung tepar menggeletak di lantai rumahnya. Bahkan saya tak sanggup lagi mengeluhkan lapar saking capeknya. Beberapa dari kami tertidur (termasuk saya).

Begitu bangun, sobat saya mengatakan bahwa ia telah menggodok indomie rasa soto sepanci besar, namun kematangan karena tidak ditunjuk secara jelas siapa PJ memasak mie (hehe). Sehingga saling mengandalkan dan akhirnya malah kematengan. Apa boleh buat, lapar!! Kami duduk melingkar dan masing-masing dari kami mengambil piring dan menyendok mie, kemudian makan. Nikmatnyaa... tak terkira. Sampai beberapa kali saya menggoda enak banget dah mie bikinan sobat saya ini =D.

Dirasa tenaga sudah pulih, kami beres-beres dan pamit pulang ke rumah masing-masing. Beberapa hari kemudian saya teringat mie buatan sobat saya yang enak. Saya coba buat indomie dan sengaja kematengan. Hmm... rasanya tidak seenak saat benar-benar lapar. Ini ceritaku, mana ceritamu? =D

Nasehat Tiga Guru

1. Segenggam Garam

Nasehat ini diberikan oleh teteh ideologis saya periode awal kuliah di Purwokerto. Usai melingkar, beliau memberikan selembar tulisan (yang saya lupa judulnya, namun kisahnya saya ingat). Tulisan itu berisi kisah seorang pemuda yang hidupnya dirasa sungguh malang. Pemuda ini datang kepada seorang tua bijak. Ia ceritakan seluruh kepedihan hidupnya. Lalu orang tua bijak ini (kakek) menyuruh pemuda membawa toples garam dan segelas air yang ada di dapur rumah kakek tersebut. "ikutlah ke danau bersamaku" kata si kakek.
"ambil segenggam garam dari toples, lalu tabur ke dalam gelas" Kakek menginstruksikan.
"aduk dan minum air itu"
Si pemuda menurut saja, "huekk, asiiinnnn!!!" teriak si pemuda sambil terbatuk-batuk.
Sang kakek tersenyum dan menyuruh pemuda ini mengambil lagi segenggam garam dari toples,"taburkan ke air danau ini."

Si pemuda menaburkan garam ke danau jernih di hadapannya. "minumlah air dari danaunya"
Begitu si pemuda meminum air danau, ia bergumam "segar!" kemudian ia ulangi meminum air danau jernih itu.
"Nak, setiap manusia memiliki jatah masalahnya sendiri. Takarannya tidak lebih dari segenggam garam. Tinggal bagaimana engkau menyediakan hatimu sebagai wadah untuk mengolahnya. Jika hatimu sesempit gelas ini, tentulah segenggam garam terasa asin. Maka, lapangkanlah ia seluas danau jernih ini. Setoples garam pun takkan mengubah rasa segarnya. Bahkan kita tidak tahu, mungkin di dalam danau ini banyak bangkai ikan? Itu tidak mengurangi kejernihan dan kesegarannya."

2. Keluhan

Pesan ini saya dapat dari Mbak ideologis yang paling lama membimbing saya saat kuliah. Maka, curhat sampai menangis tak segan lagi saya lakukan dihadapannya. Saat memperoleh tanggung jawab dalam sebuah organisasi, tentu silih berganti permasalahan dihadapi.

Pada titik saya tidak sanggup menyelesaikannya, saat itu pulalah tumpah semuanya. Namun, beliau tetap cool menghadapi saya, tanpa solusi. Sebagai gantinya, ia menceritakan sepenggal kisah Hasan Al Banna. "Dek, dulu murid Al Banna mengunjunginya hendak menceritakan kesibukan dan kesusahan hidupnya (demi menghindari amanah dakwah). 'Penglihatan' tajam sang guru membuat sang guru berinisiatif menceritakan terlebih dahulu segala kesibukan dan problem hidupnya tanpa nada mengeluh sama sekali. Usai bercerita, sang guru bertanya, 'engkau hendak mengeluhkan apa?' tentu si murid menjadi malu mengetahui ia lebih baik kondisinya ketimbang sang guru, namun sang guru tiada berkeluh kesah dan tetap menjalankan kewajibannya. Akhirnya, si murid mengurungkan niatnya, menerima amanah yang diberikan kepadanya, dan pulang dengan hati lega." Pada akhir kisah, saya ikutan lega.

3. Manajemen Diri

"Waktu tidak perlu di-menej, dia kan udah pas, sehari 24 jam. Yang perlu di-menej mah diri kita ini, bagaimana menyesuaikan dengan waktu yang segitu-gitunya." Such a short wise words. Pesan dari teteh ideologis saya yang sekarang. Terngianglah atsar terkenal itu, 'kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang tersedia'

Demikianlah, nasehat dari tiga guru yang saya ingat malam ini. Terima kasih untuk semua guru saya yang lalu, yang sekarang, maupun yang akan datang. =)