Kamis, 03 Maret 2011

Perang Uhud (Bagian Pertengahan)

Hanzhalah bin Abu Amir baru saja melangsukan pernikahannya. Malam itu, ia sedang bersama sang istri dalam peraduan. Akan tetapi, gemuruh pertempuran Uhud memanggilnya. Hanzhalah beranjak menyambut seruan jihad malam itu juga.

 

Sejauh mata memandang hanyalah padang pasir yang tandus, bebatuan, dan bukit. Pada arena tersebut, dua orang berhadap-hadapan. Hanzhalah melawan komandan kaum musyrik Quraisy, Abu Sufyan bin Harb. Mereka menikam dan menghindar satu sama lain. Hanzhalah, dengan sisa-sisa kekuatan, sedikit lagi dapat mengalahkan lawan. Sayangnya, dari arah yang tidak diduga, Syaddad bin Al Aswad menikamnya. Ia syahid seketika. Sebagai catatan, ketika perang Uhud usai, Rasulullah dan para sahabat menyaksikan bekas air membasahi jasad Hanzhalah hingga ke tanah di mana jasad itu terbaring. Ya, jasadnya dimandikan malaikat karena ia dalam keadaan junub ketika syahid, begitu Rasulullah bertutur. Maha suci Allah...

 

Mari kita tinggalkan kisah Hanzhalah, manusia istimewa karena jasadnya dimandikan malaikat. Di sisi lain arena pertempuran, dua pasukan berhadapan. Kaum Quraisy yang dipimpin oleh Khalid bin Walid secara bertubi-tubi menyerang sayap kiri pasukan kaum muslimin. Konon, lewat pasukan sayap kiri, pasukan inti dapat dengan mudah dibuat kocar –kacir dan dapat dipastikan hasil akhirnya. Hal ini bisa diatasi berkat strategi yang dilakukan Rasulullah. Beliau telah menempatkan pasukan pemanah di atas bukit Uhud. Jadi, setiap pasukan Quraisy menyerang pertahanan sayap kiri, pasukan pemanah menghujani mereka dengan panah-panah. Rencana Khalidpun gagal.

 

Bendera psukan perang selalu dipegang oleh orang terkuat. Ia-sang pemegang bendera akan menjadi incaran lawan untuk dihabisi. Demikian pula dengan bendera kaum Quraisy. Kemenangan yang hampir diperoleh kaum muslimin menyebabkan tak seorangpun dari kaum Quraisy berani memungut bendera, setelah pemegang bendera terakhir, yaitu Shu’ab, tewas. Mereka mulai mundur dan melarikan diri.

 

Rasulullah telah berpesan dengan tegas agar pasukan pemanah tetap di atas bukit apapun yang terjadi- apapun yang terjadi hingga beliau mengirim utusannya. Tetapi, kemenangan yang hampir tiba itu membuat pasukan pemanah merasa berada di atas angin. Perintah sang komandan, Abdullah bin Jubair, tidak mereka indahkan. Mereka tergiur harta rampasan perang yang ditinggal lari oleh pasukan musyrik Quraisy. Kini, hanya tersisa 10 orang pemanah di atas bukit. Mengetahui hal ini, Khalid yang sudah mundur akhirnya memutar arah dan tiba di balik bukit Uhud. Ia bersama pasukannya menghabisi kesepuluh pasukan pemanah itu. Babak baru dari Perang Uhudpun dimulai.

 

Amrah binti Alqamah Al Haritsiyah, salah seorang wanita musyrik mengambil dan mengibarkan bendera kaum Quraisy hingga pasukan musyrik Quraisy yang masih ada di arena berkumpul. Selanjutnya, mereka menyerang pasukan muslimin yang lengah dari segala arah. Rasulullah hanya bersama sembilan orang sahabat. Saat itu, pasukan muslimin tercerai berai. Bahkan ada yang melarikan diri ke atas bukit atau kembali ke Madinah. Sebagian berbaur dengan pasukan musuh, tak tahu mana kawan tak tahu mana lawan.

 

Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Aisyah r.a. bahwa Hudzaifah berseru,”Hai hamba Allah, ia ayahku!” karena khawatir ayahnya, Al Yaman, menjadi korban salah sasaran. Namun, yang terjadi terjadilah. Al Yaman terbunuh oleh pasukan muslimin sendiri. Hudzaifah hanya bisa berkata,”semoga Allah mengampuni kalian.”

 

Cobaan berat tidak terjadi pada Hudzaifah saja, pasukan musliminpun dikejutkan dengan kabar bahwa Rasulullah telah terbunuh. Mendengar hal ini, mental pasukn muslimin menjadi hilang. Berkat jiwa kesatria beberapa sahabat, hal ini bisa diatasi. Mereka mengembalikan semangat perjuangan dengan berkata bahwa jika Muhammad terbunuh,  Allah tetap hidup, maka berjuanglah untuk-Nya. Akhirnya, kaum muslimin bangkit semangatnya dan mulai bersatu. Apalagi ketika mereka mengetahui kabar tersebut adalah bohong. Abu Bakar, Umar, Ali, dan beberapa sahabat yang tadinya berada di barisan terdepan menuju Rasulullah. Mereka merasa keselamatan Rasulullah terancam.

 

Dugaan mereka tepat, pertempuran lebih banyak berkobar di sekitar Rasulullah. Karena sebelum itu Rasulullah, demi mengalihkan perhatian musuh, berseru,”Kemarilah! Aku adalah Rasul Allah.”

 

Tentu saja kaum muslimin berusaha melindungi beliau. Yang berada paling dekat posisinya dengan Rasulullah hanyalah 7 orang kaum Anshar dan 2 orang kaum Muhajirin. Satu persatu dari mereka gugur hingga tersisa dua orang kaum Muhajirin. Ini adalah saat kritis atas kondisi Rasulullah. Dengan mudahnya musuh melancarkan serangan ke arah beliau.

 

Utbah bin Abi Waqash melempar batu ke wajah Rasulullah, batu itu mengenai gigi seri dan bibir bawah beliau. Abdullah bin Syihab Az Zuhry memukul hingga mengenai kening beliau. Tak hanya itu, penunggang kuda, Abdullah bin Qami’ah, dengan beringasnya memukulkan pedang ke bahu Rasulullah (rasa sakit akibat serangan ini dirasakan beliau hingga satu bulan). Ia memukul kembali Rasulullah hingga mengenai tulang pipi Rasulullah. Pukulan itu sama kerasnya dengan pukulan yang pertama, hinga rantai topi besi beliau lepas dan mengenai kening beliau.

 

Dalam riwayat Ath-Thabrany disebutkan, beliau bersabda, ”Amat besar kemarahan Allah terhadap suatu kaum yang membuat wajah Rasulnya berdarah.” Setelah diam sejenak, beliau bersabda kembali,”Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”

 

Kedua  Muhajirin yang masih bersama Rasulullah adalah Sa’ad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah. Thalhah melawan sebelas musuh hingga jari-jari tangannya putus. Dalam riwayat Al Hazim dikatakan, Thalhah memperoleh 35-39 luka pada Perang Uhud. Jika mengenang Perang Uhud, Abu Bakar akan berkata,”Hari itu semuanya milik Thalhah.”

Di saat kritis seperti itu, Allah menurunkan prtolongan-Nya. Rasulullah bertempur dengan gigih bersama dua orang asing berpakaian putih. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa kedua orang asing itu adalah Malaikat Jibril dan Mikail.

 

Naji bin Jubair meriwayatkan,”Aku mendengar ada seorang Muhajirin berkata’Aku ikut dalam Perang Uhud. Kulihat bagaimana panah-panah melesat di sekitar Rasulullah, namun tak satupun mengenai beliau. Kulihat Abdullah bin Syihab A Zuhry berkata saat itu,’Tunjukkan kepadaku di mana Muhammad. Aku tidak akan selamat jika ia selamat’ Padahal saat itu beliau ada di dekatnya dan tak seorangpun bersama beliau. Bahkan kemudia ia melewati beliau. Shafwan mengolok tingkahnya, namun ia menjawab, ’Demi Allah aku tidak bisa melihatnya. Aku berani sumpah Demi Allah pasti ada yang menghalangi pandangan kami.’”

 

Tugas merangkum Sirah Nabawiyah karya Al Mubarakfury pada Bab Perang Uhud halaman 345-361.