Minggu, 20 Februari 2011

Qolam 5

Subhanallah, kerinduanku akan teman-temanku di Purwokerto terobati hari Ahad kemarin. Tidak hanya itu, bahkan lebih sekedar melepas rindu. Apa pasal? Panjang ceritanya. Jadi, Rohis di SMA ku (SMAN 1) belum memiliki ikatan alumni. Saat aku dimutasi dari Purwokerto, maka aku dimasukkan ke jalurnya alumni Rohis SMAN 5 (bisa dibilang 'penyusupan' legal). Nama ikatan alumninya adalah Qolam 5 (Ikatan Alumni Muslim SMAN 5 Tangerang). Gathering diadakan setiap bulan. Ahad kemarin, kegiatan liqo dialihkan untuk mengikuti acara ini. Lokasinya? ini dia yang sangat-sangat berkesan. Aku menerima jarkoman, kalau ternyata acara dilaksanakan di lt.2 Masjid Al-Istiqomah, Jl. Semangka. Lha? itu kan Masjid jaman aku SD. Tiba di sana, whuu euforianya dua kali lipat. Yang pertama, seakan aku sudah mengenal semua orang di sana, seperti saat ada acara-acara semacam ini di Purwokerto, kedua ingatanku kembali saat aku bersekolah di SD ini. Aku tidak bisa diam, ke sana kemari sambil bergumam, 'masih tetap sama', 'ih ada yang berubah', dan ungkapan lain yang aku sampaikan kepada temanku, dia hanya tersenyum dan bilang 'nostalgia nih' dan bla-bla yang aku tidak dengar lagi karena sudah tenggelam dengan keasyikanku sendiri. Aku benar-benar merasa bersyukur. Rangkaian kegiatannya ada tiga, yang pertama adalah nonton bareng film dokumenter dengan judul Bank to The Poor yang dibedah oleh Akh Fadli, kemudian kajian Manajemen Keuangan Muslim oleh Ust. Johansyah, keduanya merupakan alumni SMAN 5, dan yang terakhir yaitu penyerahan secara simbolis beasiswa dari Qolam 5 kepada adik-adik SMAN 5. Nama kegiatan ini yaitu BTS (Back To School) karena yang diharapkan dari BTS, sesuai namanya, kembali ke sekolah, meski telah lulus, para alumni diharapkan tetap berkontribusi bagi adik-adiknya yang masih bersekolah. Terharu aku melihat teman-temanku ini, aku berharap Rohis SMA ku juga segera membuat ikatan alumni sebaik Qolam 5.

Kamis, 03 Februari 2011

pernah ada masa-masa

pernah ada masa-masa dalam cinta kita
kita lekat bagai api dan kayu
bersama menyala, saling menghangatkan rasanya
hingga terlambat untuk menginsyafi bahwa
tak tersisa dari diri-diri selain debu dan abu

pernah ada waktu-waktu dalam ukhuwah ini
kita terlalu akrab bagai awan dan hujan
merasa menghias langit, menyuburkan bumi,
dan melukis pelangi
namun tak sadar, hakikatnya kita saling meniadai

di satu titik lalu sejenak kita berhenti, menyadari
mungkin hati kita telah terkecualikan dari ikatan di atas iman
bahkan saling nasehatpun tak lain bagai dua lilin
saling mencahayai, tapi masing-masing habis dimakan api

kubaca cendikiawan dinasti ming, feng meng long
menuliskan sebaitnya dalam ‘yushi mingyan’;
“bungapun layu jika berlebih diberi rawatan
willow tumbuh subur meski diabaikan”

maka kitapun menjaga jarak dan mengikuti nasihat ‘ali
“berkunjunglah hanya sekali-sekali, dengan itu cinta bersemi”

padahal saat itu, kau sedang dalam kesulitan
seperti katamu, kau sedang perlu bimbingan
maka seolah aku telah membiarkan
orang bisu yang merasakan kepahitan
menderita sendiri, getir dalam sunyi
-ataukah memang sejak dulu begitulah aku?-

dan sekarang aku merasa bersalah lagi
seolah hadirku kini cuma untuk menegur
hanya mengajukan keberatan, bahkan menyalahkan
bukan lagi penguatan, bukan lagi uluran tangan
-kurasa uluran tanganku yang dulupun membuat kita
hanya berputar-putar di kubangan yang kau gali itu-

kini aku hanya menangis rindu membaca kisah ini;
satu hari abu bakr, lelaki tinggi kurus itu menjinjing kainnya
terlunjak jalannya, tertampak lututnya, gemetar tubuhnya
“sahabat kalian ini”, kata Sang Nabi pada majelisnya, “sedang kesal
maka berilah salam padanya dan hiburlah hatinya..”

“antara aku dan putera al khaththab”, lirih abu bakr
dia genggam tangan nabi, dia tatap mata beliau dalam-dalam
“ada kesalahfahaman. lalu dia marah dan menutup pintu rumah.
kuketuk pintunya, kuucapkan salam berulangkali untuk memohon maafnya,
tapi dia tak membukanya, tak menjawabku, dan tak juga memaafkan.”

tepat ketika abu bakr selesai berkisah, ‘umar datang dengan resah
“sungguh aku diutus pada kalian”, Sang Nabi bersabda
“lalu kalian berkata ‘engkau dusta!’, wajah beliau memerah
“hanya abu bakr seorang yang langsung mengiya, ‘engkau benar!’
lalu dia membelaku dengan seluruh jiwa dan hartanya.
masihkah kalian tidak takut pada Allah untuk menyakiti sahabatku?”

‘umar berlinang, beristighfar dan berjalan simpuh mendekat
tapi tangis abu bakr lebih keras, air matanya bagai kaca jendela lepas
katanya, “tidak ya Rasulallah.. tidak.. ini bukan salahnya..
demi Allah akulah memang yang keterlaluan..”
lalu diapun memeluk ‘umar, menenangkan bahu yang terguncang

ya Allah jika kelak mereka berpelukan lagi di sisiMu
mohon sisakan bagian rengkuhannya untuk kami
pada pundak, pada lengan, pada nafas-nafas ini..

(salim a. fillah)

----------------------------------

"di sini kita pernah bertemu,

mencari warna seindah pelangi,

ketika kau mengulurkan tanganmu,

membawaku ke daerah yang baru,

dan hidupku kini ceria,

Kini dengarkanlah...

Dendangan lagu tanda ingatanku

Kepadamu teman...

Agar ikatan ukhuwah kan bersimpul padu

Kenangan bersamamu...

Tak kan ku lupa walau badai datang melanda

Walau bercerai jasad dan nyawa..." untukmu teman-brother


syair ini mengalun lembut dalam hatiku semenjak pagi,

berulang terlantun seiring langkah,

rihlah bersama, sebagai tanda perpisahan dua sahabat kami,

berbagi bekal, hadiah, tausyiah, dan curahan hati,

sesekali tergelak tawa, sesekali mengharu biru.